NPM : 2A213363
TUGAS : SOFTSKILL
SOSIOLOGI DAN POLITIK #
DOSEN : METI
NURHAYATI
SOAL
1.
Struktur sosial yang menyangkut tentang stratifikasi sosial dan teori
stratifikasi sosial!
2.Perubahan sosial :
a. Teori –
teori perubahan sosial.
b.
Perubahan sosial di abad 20(Faktor –faktornya)
Stratifikasi
sosial dan Struktur Sosial
1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat di mana kamu
tinggal, kamu dapat menjumpai orang-orang yang termasuk golongan kaya, sedang,
dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam masyarakat
terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain.
Dalam sosiologi, pengelompokan
masyarakat berdasarkan tingkatan-tingkatan tertentu itu disebut dengan
stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial secara umum
dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara
vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejal sosial yang sifatnya umum pada
setiap masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322
SM) telah menyatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga
unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang
berada di tengah-tengahnya. Setelah kamu memahami pengertian stratifikasi
sosial secara umum, kini cobalah untuk menyimak pendapat beberapa ahli tentang
stratifikasi sosial.
1. Struktur Sosial Masyarakat Homogen
Struktur sosial masyarakat homogen, yaitu struktur
sosial yang memiliki satu jenis susunan, baik menyangkut ras, agama, maupun
suku bangsa. Struktur yang demikian menggambarkan kehidupan yang lebih tenang
karena model-model kehidupan yang kompetitif tidak lagi muncul dalam masyarakat
yang lebih bersifat seragam.
2. Struktur Sosial Masyarakat Heterogen
Struktur sosial masyarakat dikatakan heterogen,
jika secara sosial budaya masyarakat tersebut terdiri atas beberapa jenis ras,
agama, dan suku bangsa. Pada struktur yang demikian, bentuk-bentuk kehidupan
cenderung bersifat kompetitif karena susunan masyarakatnya berbeda-beda, baik
secara vertikal maupun horizontal. Sebagai konsekuensinya, akan muncul
variasi-variasi perubahan dan konflik-konflik, baik dalam skala kecil maupun dalam
skala yang besar
a. Pitirim A. Sorokin
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya
adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat. Setiap lapisan itu disebut
dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri yang
tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisanlapisan di dalam
masyarakat memang tidak jelas batasbatasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan
akan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial
yang secara relatif adalah sama.
b. P.J. Bouman
Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan
ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang
tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
c. Soerjono Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang
atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
d. Bruce J. Cohen
Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan
seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada
kelas sosial yang sesuai.
e. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status
yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Ukuran sebagai Dasar Pembentukan Stratifikasi
Sosial
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam
bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi” menyatakan bahwa selama dalam masyarakat
ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial akan
terjadi. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar
pembentukan stratifikasi social adalah ukuran kekayaan, kekuasaan dan wewenang,
kehormatan, serta ilmu pengetahuan.
a. Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda
seseorang dilihat dari jumlah dan materiil saja. Biasanya orang yang memiliki
harta dalam jumlah yang besar akan menempati posisi teratas dalam penggolongan
masyarakat berdasarkan kriteria ini.
b. Ukuran kekuasaan dan wewenang adalah
kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai
sumber produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan
kedudukan atau status social seseorang dalam bidang politik.
c. Ukuran kehormatan dapat diukur
dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan materiil.
Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya, seperti raden,
raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam masyarakat.
d. Ukuran ilmu pengetahuan, artinya
ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu pengetahuan.
Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam kualitas.
Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya seorang
sarjana akan menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di masyarakat.
Secara luas, kriteria umum penentuan seseorang dalam
stratifikasi sosial adalah sebagai berikut.
a. Kekayaan dalam berbagai bentuk yang diketahui oleh
masyarakat diukur dalam kuantitas atau dinyatakan secara kualitatif.
b. Daya guna fungsional perorangan dalam hal
pekerjaan.
c. Keturunan yang menunjukkan reputasi keluarga,
lamanya tinggal atau berdiam di suatu tempat, latar belakang rasial atau etnis,
dan kebangsaan.
d. Agama yang menunjukkan tingkat kesalehan seseorang
dalam menjalankan ajaran agamanya.
e. Ciri-ciri biologis, termasuk umur dan jenis
kelamin.
Stratifikasi sosial di dalam masyarakat dapat terjadi
dengan sendirinya dalam proses perkembangan masyarakat dan dapat pula secara
sengaja ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
a. Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya
Beberapa ukuran yang digunakan untuk menempatkan
seseorang dalam strata tertentu pada stratifikasi yang terjadi dengan
sendirinya di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Kepandaian seseorang atau kepemilikan ilmu
pengetahuan.
2) Tingkat umur atau aspek senioritas.
3) Sifat keaslian.
4) Harta atau kekayaan.
5) Keturunan.
6) Adanya pertentangan dalam masyarakat.
Contoh stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya
adalah pada masyarakat kerajaan, di mana orang yang masih keturunan raja akan
menempati lapisan yang tertinggi.
b. Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk
Mengejar
Tujuan Tertentu
Stratifikasi sosial yang sengaja
disusun untuk mengejar tujuan-tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan
pembagian kekuasaan dan wewenang dalam suatu organisasi formal (resmi), seperti
birokrasi pemerintah, universitas, sekolah, partai politik, perusahaan, dan
lain sebagainya.
Dalam stratifikasi sosial yang
sengaja disusun terdapat berbagai cara untuk menentukan atau menetapkan
kedudukan seseorang dalam strata tertentu, antara lain sebagai berikut.
1) Upacara peresmian atau pengangkatan.
2) Pemberian lambang atau tanda-tanda kehormatan.
3) Pemberian nama-nama jabatan atau pangkat.
4) Sistem upah atau gaji berdasarkan golongan atau
pangkat.
5) Wewenang dan kekuasaan yang disertai
pembatasanpembatasan dalam pelaksanaannya.
3. Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial
Beberapa kondisi umum yang mendorong
terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri
biologis, seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya telah mengarah
pada lahirnya stratifikasi dalam masyarakat. Dalam hal ini biasanya akan
terjadi penguasaan grup yang satu terhadap grup yang lain.
b. Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat
menunjukkan sistem pembagian tugas yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi
dalam spesialisasi ini berkaitan dengan perbedaan fungsi stratifikasi dan
kekuasaan dari order sosial yang muncul.
c. Kejarangan. Stratifikasi lambat laun terjadi,
karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan ini terasa
apabila masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat kekuasaan, dan
fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi yang
mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota dapat
menciptakan stratifikasi.
Sementara itu, Koentjaraningrat mengatakan ada
tujuh hal yang dapat mengakibatkan atau melahirkan stratifikasi social dalam
masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a. Kualitas dan kepandaian.
b. Kekuasaan dan pengaruhnya.
c. Pangkat dan jabatan.
d. Kekayaan harta benda.
e. Tingkat umur yang berbeda.
f. Sifat keaslian.
g. Keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat.
Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau
stratifikasi social ditandai dengan adanya beberapa hal berikut ini.
a. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib.
Peluang untuk hidup masing-masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi
yang berupa penguasaan barang serta
kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan.
b. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan
dalam kelompok-kelompok berdasarkan peluang untuk hidup yang ditentukan oleh
ukuran kehormatan. Persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui
persamaan gaya hidup.
c. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber
adalah suatu peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan
keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal, meskipun mengalami
pertentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal tersebut.
4. Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem
stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system
stratifikasi sosial terbuka.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social
Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau
tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan
sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini,
satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam
masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok
dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang
bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya
dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.
Salah satu contoh sistem stratifikasi
sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang
yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke
kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke
kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh
anggota tersebut.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social
Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka
ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke
lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan,
perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan
jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan
memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk
dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.
Dengan kata lain, masyarakat dengan
sistem pelapisan social yang bersifat terbuka ini akan lebih mudah melakukan
gerak mobilitas sosial, baik horizontal maupun vertikal. Tentu saja sesuai
dengan besarnya usaha dan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai strata
tertentu. Sistem stratifikasi sosial pada masyarakat terbuka didorong oleh
beberapa faktor berikut ini.
1) Perbedaan Ras dan Sistem Nilai Budaya (Adat
Istiadat)
Perbedaan ini menyangkut warna kulit, bentuk tubuh,
dan latar belakang suku bangsa. Perbedaan ini mem-
2) Pembagian Tugas (Spesialisasi) Spesialisasi
ini menyebabkan terjadinya perbedaan fungsistratifikasi dan kekuasaan dalam
suatu sistem kerjakelompok.
3) Kelangkaan Hak dan Kewajiban
Apabila pembagian hak dan kewajiban tidak merata, maka
yang akan terjadi adalah kelangkaan yang menyangkut stratifikasi sosial di
dalam masyarakat.
5. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri
atas dua unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
A. Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi
sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajibankewajiban
dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang
untuk menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi
sosial seseorang dalam suatu hierarki.
Ada beberapa kriteria penentuan
status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima
criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam
masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan
bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed
status, achieved status, dan assigned status.
1) Ascribed Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh
seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena
warisan, keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari
lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki
status sebagai bangsawan.
2) Achieved Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu.
Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang
disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi
tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan
kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan
usaha-usaha tertentu.
3) Assigned Status
Assigned status adalah status yang dimiliki
seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut,
orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya
gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan
lainnya.
B. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis
kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai
perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban
sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat
dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa
peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam
masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat.
Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut.
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
2) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang
dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan merupakan perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan
peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan
hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan
menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan
peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan
menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain,
kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak
kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang
lain. Interaksi seseorang berada dalam struktur hierarki, sedangkan peranannya
berada dalam setiap unsur-unsur social tadi. Jadi hubungan antara status dan
peranan adalah bahwastatus atau kedudukan merupakan posisi seseorang dalam
struktur hierarki, sedangkan peranan merupakan perilaku actual dari status.
6. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi
sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang
dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi
sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan
membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan
materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan
tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan
menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan
akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas
sosial dalam masyarakat.
Menurut Max Webber,
stratifikasi sosial berdasarkan criteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelaskelas
tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class),
dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa
stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya
memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas,
dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun
ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada kecakapan
dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial
berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada
masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah,
petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.
1) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan
berikut ini.
a) Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.
b) Petani pemilik tanah antara 1–2 hektar.
c) Petani pemilik tanah antara 0,25–1 hektar.
d) Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.
2) Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka
yang menyewa dan menggarap tanah milik petani pemilik tanah yang biasanya
menggunakan sistem bagi hasil.
3) Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para
pemilik tanah, petani penyewa, petani penggarap, atau pedagang yang biasanya
membeli padi di sawah.
b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial
berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian
umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat
rasial.
1) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal
Masyarakat feodal merupakan
masyarakat pada situasi praindustri, yang menurut sejarahnya merupakan
perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan
antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan
diperintah, dan interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini
oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan
antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi social
sebagai berikut.
a) Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan
ningrat.
b) Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit
dan pegawai pemerintahan.
c) Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.
2) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta
Masyarakat kasta menuntut pembedaan
antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu,
tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada
masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan
sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat
India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas
ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, vaisya, dan sudra.
Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang
sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para
bangsawan dan tentara, serta dipandang sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan
kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang sebagai lapisan ketiga.
Sedangkan sudra merupakan kasta yang
terdiri atas orangorang biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat
orangorang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna.
Mereka itu adalah golongan paria.
Berdasarkan uraian di atas dapat
diidentifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut.
a) Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran.
Dalam kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan.
b) Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika
dikeluarkan dari kastanya.
c) Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang
yang sekasta. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan yang kastanya
lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta
lebih tinggi.
d) Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya
sangat terbatas.
e) Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata
antara lain pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan
penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.
f) Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara
tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan
akses dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan
penting dalam pemerintahan.
g) Prestise suatu kasta benar-benar
diperhatikan.
h) Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta
yang lebih tinggi, sehingga dalam kesehariannya dapat dikendalikan secara
terus-menerus.
Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta
dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak
terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut
dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.
a) Brahmana, merupakan tingkatan kasta
tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pemuka agama. Gelar
bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Ida Bagus untuk laki-laki
dan Ida Ayu untuk perempuan.
b) Ksatria, merupakan tingkatan kedua setelah
brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Gelar bagi
orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Cokorda, Dewa, atau Ngahan.
c) Waisya, merupakan tingkatan ketiga setelah
ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang. Gelar bagi
orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.
d) Sudra, merupakan tingkatan paling rendah
dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pekerja atau
buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande, Kbon,
atau Pasek.
3) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat
yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di
Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan
ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu
memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid.
Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan,
pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk
kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan
minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras
kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan
politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan
di luar perikemanusiaan.
c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Stratifikasi sosial berdasarkan
kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota
masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai.
Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam
dengan polanya masing-masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada
dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu
menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum tersebut akan selalu muncul
atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu
menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada
masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu
ada, dan batas-batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau
pelapisan dalam masyarakat.
Mac Iver dalam
bukunya yang berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola
umum systemlapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe
kasta,oligarkis, dan demokratis.
1) Tipe Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan
dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai
pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas sosial vertikal.
Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus.
Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi,
misalnya maharaja, raja, dan sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh
kaum bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut
adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani, dan budak.
2) Tipe Oligarkis
Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi
dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat
tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu masih diberi
kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan
yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan
lainnya tidak begitu mencolok..
3) Tipe Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis
pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil (bergerak) sekali. Dalam hal ini
kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting
adalah kemampuannya dan kadang-kadang faktor keberuntungan.
7. Fungsi Stratifikasi Sosial
Dalam hidup bermasyarakat, secara
tidak langsung setiap anggota masyarakat digolongkan ke dalam beberapa lapisan
berdasarkan kriteria tertentu, seperti harta, kepemilikan tanah, pendidikan,
dan lain-lain. Apakah fungsi dilakukannya penggolongan atau stratifikasi
tersebut?
Dalam
kenyataannya, stratifikasi sosial mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat
dalam mencapai beberapa tugas utama. Hal ini dilaksanakan dengan
mendistribusikan prestise maupun privelese (hak yang dimiliki
seseorang karena kedudukannya dalam sebuah strata). Setiap strata ditandai
dengan pangkat atau simbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan
khusus, dan standar tingkah laku dalam kehidupan. Semuanya diorganisir untuk
melaksanakan tugasnya masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap
orang-orang yang menduduki dan melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai
insentif yang dapat menarik mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
b. Stratifikasi sosial menyusun, mengatur, serta
mengawasi saling hubungan di antara anggota masyarakat. Peranan, norma, dan
standar tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap hubungan di
antara strata yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial cenderung
mengatur partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu
masyarakat. Ia memberi kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat
tertentu, dan pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat.
Tetapi terlepas dari tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang,
stratifikasi berfungsi untuk mengatur partisipasinya di tempat-tempat tertentu
dari kehidupan social bersama.
c. Stratifikasi sosial memiliki kontribusi sebagai
pemersatu dengan mengoordinasikan serta mengharmonisasikan unitunit yang ada
dalam struktur sosial itu. Dengan demikian, ia berperan dalam memengaruhi
fungsi dari berbagai unit dalam strata sosial yang ada.
d. Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam
stratum yang berbeda, sehingga dapat menyederhanakan dunia manusia dalam
konteks saling berhubungan di antara mereka. Dalam kelompok primer, fungsi ini
kurang begitu penting karena para anggota saling mengenal secara dekat.
Namun demikian, ia menjadi sangat penting bagi
kelompok sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling mengenal,
sehingga sulit untuk menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan
dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya stratifikasi, kesulitan ini
relatif dapat diatasi.
A. Definisi Struktur Sosial
Secara harfiah, struktur bisa
diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik,
ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi,
struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau
horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan
definisi struktur sosial sebagai berikut:
$$ George Simmel: struktur sosial
adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
$$ George C. Homans: struktur
sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial
dasar dalam kehidupan sehari-hari.
$$ William Kornblum: struktur
sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola
perilaku undividu.
$$ Soerjono Soekanto: struktur
sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan
sosial.
B. Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul
pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan
masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu
sebuah kelompok atau masyarakat.
Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status
dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan
kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan
akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya
sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka
ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan
berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur
sosial masyarakat Indonesia adalah sbb: a. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang
terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan
ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang
beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial
masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antra daerah dapat
menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.
3. Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan
individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.
Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
C. Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai
penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya
memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan
mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
2. Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat,
selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai,
atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat
peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu
tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan
berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur
sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat
merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari
sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan
kedisplinan.
Perkembangan Teori Sosiologi Abad Ke-20
Perkembangan
teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini
terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat
yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan
didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu
mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan
teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua
universitas, yaitu di Chicago University dan Harvard University. Namun
demikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi
ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas
lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang
sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan.
Di Chicago
University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok
Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I.
Thomas, Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett
Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh
seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans.
Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya
terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut sebagai teori di luar
mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dari kelompok teori
Marxian.
Pengetahuan
perkembangan teori di Amerika sangat penting mengingat teori-teori yang
berkembang di Amerika ini kemudian menjadi pusat perhatian dunia pada tahun
1960-an dan 1970-an. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, bangkit
pula teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan oleh George Homans
berdasarkan pemikiran psychological behaviorism dari B.F. Skinner.
Perkembangan
teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang
diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley
Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah
suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat.
Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani
fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).
Seperti teori
umumnya, teori struktural fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli
lainnya. Bahkan menjelang tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap
telah mengalami kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural
fungsional sejalan dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di dalam
tatanan dunia.
Sejalan dengan perkembangan teori
sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya Peter Blau, yang
dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional.
Padahal
pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori marxian. Hampir
mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah karya Mill mengenai
sosiologi radikal. Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah buku yang mengkaji
masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun 1962 menerbitkan buku berjudul
The Marxists. Keradikalan Mills dalam mengungkap fenomena sosial menjadikannya
ia tersingkir dan menjadi ahli pinggiran dalam kancah sosiologi Amerika.
Bukunya yang terkenal adalah The Sociological Imagination (1959). Isi buku
tersebut diantaranya adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.
Perkembangan
selanjutnya adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan
berdasarkan pemikiran psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori
interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai awal
kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari
interaksionisme simbolik.
Pada tahun 1960-an dan tahun
1970-an muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan perspektif sosiologi
kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang dikenal pula dengan
nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan perkembangan teori
sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di antaranya adalah teori integrasi
mikro-makro (micro-macro integration), integrasi struktur-agensi
(agency-structure integration), sintesis teoritis (theoritical syntheses), dan
metateori (metatheorizing).
Teori Perubahan Sosial
Dua teori utama tentang perubahan sosial, yaitu teori
siklus dan teori perkembangan. Kedua teori perubahan sosial itu akan dijelaskan
dalam uraian berikut.
Teori Siklus
Teori siklus
menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus artinya berputar melingkar.
Menurut teori siklus, perubahan social merupakan sesuatu yang tidak bisa
direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu, tetapi berputar-putar
menurut pola melingkar.
Pandangan teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas. Perubahan siklus merupakan pola perubahan yang menyerupai spiral seperti gambar berikut.
Pandangan teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas. Perubahan siklus merupakan pola perubahan yang menyerupai spiral seperti gambar berikut.
Pandangan teori siklus sebenarnya telah dianut oleh
bangsa Yunani, Romawi, dan Cina Kuno jauh sebelum ilmu sosial modern lahir.
Mereka membayangkan perjalanan hidup manusia pada dasarnya terperangkap dalam
lingkaran sejarah yang tidak menentu.
Seorang filsuf sosial Jerman, Oswald Spengler, berpandangan bahwa setiap peradaban besar menjalani proses penahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Selanjutnya, perubahan sosial akan kembali pada tahap kelahirannya kembali. Seorang sejarawan social Inggris, Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi, masing-masing peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu contoh adalah kemajuan teknologi di suatu masyarakat umumnya terjadi karena proses belajar dari kebudayaan lain.
Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan social sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau mengulang model pakaian zaman dulu.
Dalam bidang politik, kita juga melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya melakukan upacara-upacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi turun-temurun.
Seorang filsuf sosial Jerman, Oswald Spengler, berpandangan bahwa setiap peradaban besar menjalani proses penahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Selanjutnya, perubahan sosial akan kembali pada tahap kelahirannya kembali. Seorang sejarawan social Inggris, Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi, masing-masing peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu contoh adalah kemajuan teknologi di suatu masyarakat umumnya terjadi karena proses belajar dari kebudayaan lain.
Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan social sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau mengulang model pakaian zaman dulu.
Dalam bidang politik, kita juga melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya melakukan upacara-upacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi turun-temurun.
Teori Perkembangan/Teori Linier
Menurut
teori ini perubahan sosial bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu
titik tujuan tertentu. Penganut teori ini percaya bahwa perubahan sosial bisa
direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu. Masyarakat
berkembang dari tradisional menuju masyarakat kompleks modern. Bentuk perubahan
sosial menurut teori ini dapat digambarkan seperti tampak dalam gambar berikut.
Pandangan
tentang teori linier dikembangkan oleh para ahli social sejak abad ke-18,
bersamaan dengan munculnya zaman pencerahan di Eropa yang berkeinginan
masyarakat lebih maju. Teori linier dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori
evolusi dan teori revolusi. Teori evolusi melihat perubahan secara lambat,
sedangkan teori revolusi melihat perubahan secara sangat drastis. Menurut teori
evolusi bahwa masyarakat secara bertahap berkembang dari primitif, tradisional,
dan bersahaja menuju masyarakat modern.
Teori
ini dapat kita lihat di antaranya dalam karya sosiolog Herbert Spencer, Emile
Durkheim, dan Max Weber. Herbert Spencer seorang sosiolog Inggris, berpendapat
bahwa setiap masyarakat berkembang melalui tahapan yang pasti. Herbert Spencer
mengembangkan teori evolusi Darwin untuk diterapkan dalam kehidupan sosial.
Menurut Spencer orang-orang yang cakap akan memenangkan perjuangan hidup,
sedangkan orang-orang lemah akan tersisih sehingga masyarakat yang akan datang
hanya diisi oleh manusia-manusia tangguh yang memenangkan perjuangan hidup.
Emile Durkheim mengetengahkan teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada perbedaan daripada persamaan.
Masyarakat terbagi-bagi secara beragam atau terjadi proses diferensiasi kerja. Teori revolusioner dapat kita lihat dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat.
Max Weber berpendapat bahwa masyarakat berubah secara linier dan masyarakat yang diliputi oleh pemikiran mistik menuju masyarakat yang rasional. Terjadi perubahan dari masyarakat tradisional yang berorientasi pada tradisi turun-temurun menuju masyarakat modern yang rasional.
Emile Durkheim mengetengahkan teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada perbedaan daripada persamaan.
Masyarakat terbagi-bagi secara beragam atau terjadi proses diferensiasi kerja. Teori revolusioner dapat kita lihat dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat.
Max Weber berpendapat bahwa masyarakat berubah secara linier dan masyarakat yang diliputi oleh pemikiran mistik menuju masyarakat yang rasional. Terjadi perubahan dari masyarakat tradisional yang berorientasi pada tradisi turun-temurun menuju masyarakat modern yang rasional.
Sumber/
referensi dari :
sosone.wordpress.com/
Buku Paket Sosiologi
kelas IPS XI
Sosiologi-sosiologixavega.blogspot.com
Sumber
Buku Teori Sosiologi Klasik Karya Boedhi Oetoyo, dkk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar