NAMA KELOMPOK
1.
ARI WAHYU LEKSONO 2A213363
2.
AMALINA HUSNA 2A213412
TUGAS : SOFTSKILL ETIKA PROFESI AKUNTANSI #
DOSEN :
RATIH JUWITA
JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI
JURNAL
AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 11, NO. 1, MEI 2009: 13-20
Pengaruh
Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan,
dan Etika
Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas
Akuntan
Publik
ABSTRAK
Untuk mempertahankan kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan
keuangan, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
Adapun kompetensi tersebut adalah profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi
kekeliruan dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi
terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam proses
pemeriksaan laporan keuangan. Data diperoleh melalui kuisioner survei yang
diisi oleh akuntan senior sampai partner yang bekerja di Kantor Akuntan Publik.
Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa
profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas akuntan publik dalam proses
memeriksaan laporan keuangan.
Kata Kunci :
Profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan,etika profesi dan
pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik.
PENDAHULUAN
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak
yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan
kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi
pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik
memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman
mengenai kode etik profesi.
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak
semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain
yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat
mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan
lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
FASB dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2,
menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang
membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat
mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh
akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan
tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena
dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme
dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti dkk. (2003)
dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban
sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan
seprofesi.
Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme,
akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya
untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan
publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak
sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik
harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan
audit.
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh
Hastuti dkk. (2003). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada (1) obyek penelitian, yaitu Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang ada di Jakarta. Dengan mengambil KAP di Jakarta sebagai obyek
penelitian diharapkan dapat merepresentasikan KAP di Indonesia karena sebagian
besar KAP big 4 dan KAP non big 4 berada di Jakarta; (2)
penambahan variabel independen, yaitu pengetahuan akuntan publik dalam
mendeteksi kekeliruan yang diambil dari penelitian Sularso dan Na’im (1999),
dan etika profesi yang diambil dari penelitian Murtanto dan Marini (1999).
Akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan
proses audit khususnya dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan. Selain pengetahuan, akuntan juga dituntut etika
dalam profesinya sehingga pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan diberikan. Sewajarnya sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis ingin membuktikan secara empiris pengaruh
profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan secara empiris?
HIPOTESIS
H1: Profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H2: Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh
secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit
laporan keuangan.
H3: Etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Model penelitian dapat
dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1
Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
METODE PENELITIAN
Obyek penelitian yang diambil adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2008 di
wilayah Jakarta dengan akuntan publik yang bekerja di KAP dijadikan sebagai
responden. Para akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja
minimal dua tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal
sebagai akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki
pengalaman dalam menentukan tingkat materialitas.
Metoda sampling yang digunakan adalah convenience sampling,
yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai
kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan
melalui survai kuisioner yang dikirmkan kepada responden baik secara langsung atau
melalui contact person. Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada
responden sebanyak dua ratus, kuisioner yang direspon sebanyak seratus lima
puluh.
Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sikap seseorang profesionalisme terdiri dari dua
puluh empat item instrument, seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk.
(2003), yang diukur dengan menggunakan tujuh poin skala likert untuk mengukur
tingkat profesionalisme akuntan publik.
Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan
Sularso dan Na’im (1999) menyatakan akuntan yang memiliki pengetahuan dan
keahlian secara profesional dapat meningkatkan pengetahuan tentang sebab dan
konsekuensi kekeliruan dalam suatu siklus akuntansi. Variabel pengetahuan
akuntan publik ini diukur dengan menggunakan sembilan belas item instrumen
untuk mendeteksi macam–macam kekeliruan yang terjadi dalam siklus penjualan,
piutang dan penerimaan kas. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan angka 1
dan 0, poin 1 diberikan jika jawaban responden sesuai dengan harapan penulis dan
poin 0 diberikan jika jawaban responden tidak sesuai dengan harapan penulis.
Instrumen untuk mengukur variabel ini pernah digunakan oleh Sularso dan
Na’im (1999) dan Fahmi (2002).
Etika Profesi
Etika profesi yang dimaksud pada penelitian ini adalah Kode Etik Akuntan
Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik
dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara
profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian,
kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan
penyempurnaan kode etik.
Terdapat delapan belas item instrumen yang digunakan untuk mengukur etika
profesi dengan tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Murtanto
dan Marini (2003).
Materialitas
Materialitas adalah besarnya penghilangan atau salah saji informasi
akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi
pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut
(Mulyadi 2002:158). Item instrumen yang digunakan sebanyak delapan belas
pernyataan dengan tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh
Hastuti dkk. (2003).
Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah multiple
regression analysis dengan model persamaan sebagai berikut:
Mat= β0+β1Prof+β2PAK+β3EP+β4LM+ β5Po+β6Pd+ β7G+ β8Um+ε (1)
Keterangan:
1) Mat:
Materialitas; 2) Prof: Profesionalisme; 3) PAK: Pengetahuan akuntan publik
dalam
mendeteksi kekeliruan; 4) EP: Etika profesi; LM: 5) Lama Kerja; 6) Po: Posisi;
7) Pd:
Pendidikan;
8) G: Gender; Um: Umur; ε= error term.
PEMBAHASAN
Dalam pengujian hipotesis, penelitian memasukan variabel karakteristik
responden seperti lama bekerja di KAP, jabatan pekerjaan,tingkat pendidikan, gender
dan umur yang merupakan variabel kontrol. Tujuan memasukan variabel kontrol
adalah mengendalikan hasil penelitian agar tidak dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik responden.
Statistik deskriptif dapat dilihat dalam Tabel 2 dan hasil pengujian
hipotesis dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa rata-rata responden memberikan
nilai pada variabel profesionalisme sebesar 5,420, pengetahuan akuntan publik
sebesar 0,865, etika profesi sebesar 6,004, pertimbangan tingkat materialitas
sebesar 5,327. Sedangkan untuk deviasi standar profesionalisme sebesar 0,755,
pengetahuan akuntan publik sebesar 0,179, etika profesi sebesar 0,767,
pertimbangan tingkat materialitas sebesar 0,569. Nilai minimum dan nilai
maksimum yang diberikan responden untuk variabel profesionalisme sebesar 3,05
sampai dengan 7, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,24 sampai dengan 1, etika
profesi sebesar 3,29 sampai dengan 7, pertimbangan tingkat materialitas sebesar
3,44 sampai dengan 6,81.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk menguji pemenuhan syarat regresi. Hasil uji asumsi klasik
menunjukan bahwa semua asumsi terpenuhi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain
uji asumsi klasik, model regresi yang diajukan memenuhi kelayakan model
terlihat dari nilai F8,136 sebesar 7,647 dengan p-value 0,000, artinya
model regresi merupakan model yang baik guna dipakai dalam enyederhanaan dunia
nyata.
Hasil pengujian hipotesis satu terlihat pada koefisien profesionalisme yang
bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004)
yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu terbukti. Hasil pengujian
hipotesis satu menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme berpengaruh secara
positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis satu
konsisten dengan hasil penelitian Hastuti dkk. (2003) yang memberikan bukti
empiris bahwa semakin tinggi profesionalisme akuntan publik semakin baik pula
pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada koefisien pengetahuan akuntan
publik dalam mendeteksi kekeliruan yang bernilai positif (0,613) dan signifikan
pada p-value di bawah 0,05 (p=0,01) yang terlihat pada Tabel 3
sehingga hipotesis dua terbukti. Hasil pengujian hipotesis dua menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh
secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Terbuktinya hipotesis dua konsisten dengan hasil penelitian Noviyani dan
Bandi (2002) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis tiga terlihat pada koefisien etika profesi yang
bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,002)
yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis tiga terbukti. Hasil pengujian
hipotesis tiga menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh secara positif
terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis tiga
konsisten dengan hasil penelitian Agoes (2004) yang memberikan bukti empiris
bahwa semakin tinggi akuntan publik metaati kode etik semakin baik pula
pertimbangan tingkat materialitasnya.
Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian ini tidak terpengaruh oleh
karakteristik dari responden, yaitu lama kerja dan posisi dalam Kantor Akuntan
Publik, tingkat pendidikan, gender dan umur. Terbuktinya hipotesis satu,
dua dan tiga tidak terpengaruh oleh karakterisitik-karakteristik tersebut.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini mendukung semua hipotesis dan konsisten dengan
penelitian Hastuti dkk. (2003). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa
profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika
profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas
dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme
akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan
kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam
melaksanakan audit laporan keuangan.
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik
dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan meningkatkan
profesionalisme akuntan publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan
terhadap etika profesi dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan
keuangan sehingga dapat dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas.
Bagi akuntan publik, menjadi sumber tambahan informasi bagi pertimbangan
tingkat materialitas dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan klien,
sehingga dapat meningkatkan prestasi dan kualitas audit serta dapat menambah
pengetahuan serta pengalaman akuntan publik tersebut dan meningkatkan rasa
kepatuhan terhadap etika profesi sebagai seorang akuntan publik.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan
untuk penelitian berikutnya, yaitu penggunaan kuisioner dalam pengumpulan data
mengenai pengaruh profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
proses audit laporan keuangan mungkin akan berbeda apabila data diperoleh
melalui penyampaian tatap muka langsung terhadap responden.
Kedua, penelitian ini hanya menguji pengaruh profesionalisme, pengetahuan
akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
Terakhir, pemilihan sampel dengan menggunakan teknik convinience sampling karena
kemudahan dalam mendapatkan sampel sehingga kurang merepresentasikan populasi.
Selain itu, pemilihan sampel yang hanya berlokasi di Jakarta mudah dijangkau
kemungkinan akan memberikan kesimpulan yang tidak dapat digeneralisasi untuk lokasi lainnya.
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah (1) menyebarkan kuisioner
dengan metoda wawancara atau terlibat tatap muka langsung dengan responden; (2)
variabel penelitian dapat dikembangkan dengan menambah variabel lain mengenai
kualitas audit, pengalaman akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan untuk
menunjukkan apakah terdapat pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas
dan risiko audit atau bisa melakukan uji beda dengan menggunakan sampel KAP Big
Four dan Non Big Four; dan (3) menambah jumlah sampel dan memperluas
lokasi pengambilan sampel tidak hanya di Jakarta saja.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. (2004). Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan
Publik. Jakarta: LPFE-UI.
Arens, A.A., RJ. Elder, M.S. Beasley. (2005). Auditing and Assurance
Services, an Intergrated Approach, Prentice Hall, Pearson.
Fahmi, M. (2000). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan
dalam Mendeteksi Kekeliruan. Skripsi. Jakarta: Trisakti School of Management.
Hastuti, T.D., S.L. Indriarto dan C. Susilawati. (2003). Hubungan antara
Profesionalisme dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses
Pengauditan Laporan Keuangan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI,
Oktober, hlm.1206–1220.
Institut Akuntan Publik Indonesia. (2008). Directory 2008 Kantor Akuntan
Publik dan Akuntan Publik. Jakarta.
Lekatompessy, J.E. (2003). Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya:
Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Keinginan Berpindah
(Studi Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.5, No.1,April, hlm.69–84.
Mulyadi. (2002). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Murtanto dan Marini. (2003). Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta
Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi
Akuntan, Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober,
hlm.790–805.
Noviyani, P. dan Bandi. (2002). Pengaruh Pengalaman dan Penelitian terhadap
Struktur Pengetahuan Auditor tentang Kekeliruan. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi V, September, hlm.481–488.
Sularso, S., dan Ainun N. (1999). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada
Pengetahuan dan Penggunaan Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol.2, No.2, Juli, hlm.154–172.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar