TUGAS
KELOMPOK SOFTSKILL SOSIOLOGI
DAN
POLITIK #
“KEKUASAAN
DAN WEWENANG ERA REFORMASI”
Nama
Anggota Kelompok :
1. Aang
Fitrahurachman 2A213254
2. Ari
Wahyu Leksono 2A213363
3. Ibrahim
Dapetenta G. 2A213308
4. Sefti
Debora Simalango 2A213393
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014/2015
1. Pengertian dan Tujuan Reformasi
Reformasi
merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi, ekonomi,
social dan budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun
kembali.
Dalam
rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan
tujuan dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa
kebijakan, antaranya:
1. Kebijakan dalam bidang
politik
reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang
masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut
ini tiga undang-undang tersebut.
• UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
• UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR
2. Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi
Untuk
memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3. Kebebasan Dalam
Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan
ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga
diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).
4. Pelaksanaan
Pemilu
Pada
masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan
masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat
itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan
juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan
peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran
lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang
dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata
hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang
Pokok-Pokok Reformasi.
2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR
tentang referendum
3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang
bebas dari KKN.
4. Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden RI.
2. Era Orde Baru (Soeharto) atau Era
Reformasi manakah yang lebih baik
Pertanyaan ini sering kita dengar
didepan publik. Saat ingatan kolektif bangsa kembali kepada peristiwa beberapa
tahun yang lalu. Mahasiswa dan rakyat tumpah ruah menuntut perubahan, hingga
lahirlah era reformasi yang ditandai dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden
setelah berkuasa selama 33 tahun. Pertanyaan tersebut akan memperoleh jawaban
yang berfariasi. Diantaranya lebih memilih hidup di era Soeharto. Menurut
mereka di era Soeharto harga barang barang lebih murah, jalanan lebih bagus,
korupsi memang ada, namun tidak sebanyak sekarang. Yang jelas berbagai kebutuhan
bisa lebih mudah dipenuhi pada era Soeharto.
Bahkan menurut Wakil Ketua Komisi XI
DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Azis (Bisnis Indonesia, 25
Januari 2011). Team ekonomi di era soeharto bekerja lebih baik dibanding team
ekonomi di era reformasi dibawah presiden siapapun. Di akhir kekuasaan Soeharto
misalnya, angka pengangguran berhasil ditekan hingga mencapai 4 %, kemiskinan
ditekan mencapai 11 %, dan pertumbuhan ekonomi pernah menembus angka 9 %.
Sementara saat ini angka pengangguran justru lebih tinggi dibandingkan dengan
era Soeharto. Angka pengangguran membengkak menjadi 8 %, angka kemiskinan
berada di kisaran 13 %, sementara pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,5 % yang
itupun dicapai dengan kerja keras yang luar biasa.
Angka angka pertumbuhan diatas
sebenarnya tidak mencerminkan pemerataan dan keadilan. Angka angka pertumbuhan
yang diperoleh bisa saja sebagai gelembung (buble).
Karena pembangunan hanya menguntungkan sebagian orang dan tidak memberi
kemanfaatan untuk masyarakat bawah meskipun sekedar melalui rembesan (trickle down effeck).
Meskipun angka angka tersebut
menjadi fakta yang diakui kebenarannya secara statitistik, namun angka angka
tersebut tidak menunjukkan secara umum bahwa era soeharto lebih baik dibanding
era reformasi. Perlu dipahami bahwa persoalan yang dialami saat ini adalah buah
kesalahan kebijakan yang terjadi pada masa lalu.
Pengurasan kekayaan alam yang luar
biasa melalui penguasaan kontrak jangka panjang dengan perusahaan asing untuk
eskploitasi sumber daya alam, hutan dan laut terjadi sejak masa era Soeharto.
Budaya korupsi terjadi sejak zaman era Soeharto. Bahkan sebuah sumber
menyebutkan, era Soeharto dianggap sebagai rezim paling korup di Asia Tenggara
dengan jumlah korupsi mencapai $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar. Demikian
juga jerat hutang luar negeri. Kegemaran merangkul “negara donor” terjadi sejak
era Soeharto. Bahkan dimasa orde baru, hutang diposisikan sebagai pendapatan
negara. Negara penghutang disebut sebagai “negara donor”, tidak disebut debitor
atau pemberi pinjaman dengan mensyaratkan konsesi tertentu.
Konflik horizontal dan budaya
kekerasan bukan serta merta lahir setelah era reformasi. Namun persoalan ini
buah dari kebijakan masa lampau. Dimana kebijakan penyeragaman program
pembangunan dari pusat (Jakarta) yang mengabaikan kearifan lokal menjadikan
sistim sosial mengalami ketidakseimbangan sehingga masyarakat mudah tersulut
emosi. Demi keberhasilan program pemerintah, tidak jarang dilakukan dengan
menggunakan moncong senjata sebagai alat pemaksa.
Sepanjang kekuasan, Presiden
Soeharto menetapkan pertumbuhan sebagai satu satunya yang harus dicapai oleh
pemerintah. Untuk mencapai berbagai tujuan pemerintah, stabilitas keamanan
dalam negeri menjadi syarat utama. pelanggaran HAM dan demokrasi sering nampak
mengiringi program pembangunan. Sehingga dilakukan kontrol atas kekuatan partai
politik dan potensi oposisi. Yang bersebarangan dengan kebijakan negara selalu
memperoleh predikat subversive dan
“di PKI kan”.
Tiga belas tahun yang lalu era
Soeharto memang harus ditumbangkan, keputusan tersebut langkah brilian dari
sebuah generasi. Karena bila tidak, persoalan yang dialami bangsa ini
dipastikan akan semakin kompleks dibanding saat ini. Kerapuhan era Soeharto
sangat terlihat ketika terjadi krisis ekonomi global, krisis yang berlangsung
di asia tersebut dengan mudah merontokkan sendi perekonomian kita. Negara
negara lain di Asia telah bangkit dari krisis ekonomi, namun Indonesia masih
terpuruk dan tidak juga menampakkan kesembuhan setelah terpukul krisis ekonomi.
Dari pemaparan beberapa fakta diatas
penulis ingin menyampaikan, bahwa era Soeharto tidak lebih baik dibanding era
reformasi. Meskipun saat ini politisi busuk semakin terlihat kasat mata,
korupsi semakin bisa kita saksikan hingga ke detak jantungnya, semua ini berkat
prestasi yang dicapai era reformasi. Era reformasi memungkinkan semua elemen
bangsa termasuk pers memiliki peran lebih maksimal untuk melakukan kontrol atas
penyelengaraan negara. Demokrasi diyakini sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan,
dan era reformasi telah memberikan hal tersebut dengan lebih baik dibanding era
Soeharto.
3.
Sistem pemerintahan pada masa orde reformasi
Adapun sistem
pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih
luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau
tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 /
1999 tentang partai politik yang memungkinkan multipartai.
2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan
berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR
No IX / MPR / 1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI
pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding
tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara
, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani
memecat presiden dalam sidang istimewanya.
4.
Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali
masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden
pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf
Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang
kedudukannya sama dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi
ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di
dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial
tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden
dan wakil presiden secara langsung.
4. Sistematika pelaksanaan UUD 1945 Pada
masa Orde Reformasi sampai sekarang
Pada masa
orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi
dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi
Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham
demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi
telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan
mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena
dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri - ciri
umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi :
1. Mengutamakan musyawarah mufakat
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara.
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.
4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil
musyawarah.
6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur.
7. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than
Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan
pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya
masyarakat.
9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan
program parpol yang memiliki partai.
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari
pelaksanaan hak asasi manusia.
Setelah diadakannya amandemen, UUD
1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di
amandemen :
1. Pembukaan.
2. Pasal-pasal : 21 bab, 73 pasal,
170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
5. Sistem Pemerintahan pada Masa Orde
Reformasi.
Adapun sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas
kenegaraan sebagai berikut :
1.
Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap
hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai
pasal 28 UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang
partai politik yang memungkinkan multi partai.
2.
Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta
bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR /
1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan
tindak pidana korupsi.
3.
Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui
siding tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga
negara , UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya,
berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
4.
Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali
masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden
pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf
Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang
kedudukannya sama dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi
ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan
presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
6.
Kelemahan
dan kelebihan pada Era Reformasi
Kelebihan era Reformasi yaitu :
1. Kebebasan bicara dan berpendapat mulai
berjalan.
2. Pemberantasan korupsi sudah
mulai berjalan (walaupun masih banyak kendala).
3. Demokrasi
yang lebih terbuka.
4. Persaingan
ekonomi yang lebih terbuka dalam beberapa sektor ekonomi (sebelumnya dikuasai kroni Suharto).
· Kekurangan era Reformasi yaitu :
1. Masyarakat yang terlalu bebas, dan
mengartikan kebebasan dengan boleh berbuat
sebebas - bebasnya. Akibatnya : banyak demo yang berakhir rusuh, pilkada
yang berakhir rusuh.
2. Kebangkitan
ormas-ormas radikal yang meresahkan masyarakat akibat pemerintah yang
tidak tegas.
3. Mulai ditinggalkannya program- program
pemerintah yang secara konseptual cukup baik, seperti program swasembada
pangan, yang sebenarnya dapat mengurangi potensi inflasi tinggi untuk jangka
panjang.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya, reformasi itu
terjadi bukan hanya pada sistemnya, tetapi setiap pribadi pun harus ikut
menjalankannya. Setiap kejadian pun ada kekurangan maupun kelebihannya masing - masing.
7. Peranan
Pancasila di Era Reformasi
Memahami
peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara
dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara
Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap
yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berikut ini peranan Pancasila dalam era
reformasi adalah :
1. Pancasila
sebagai Paradigma Ketatanegaraan
Pancasila
sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir
atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai
landasa kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak
langkah bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari
warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus
berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam
kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya.
Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
2. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial Politik
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai
Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai
berikut :
ü Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial
mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari.
ü Mementingkan
kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan.
ü Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan.
ü Dalam
pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang
adil dan berada.
ü Tidak
dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi
bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
3. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Ekonomi
Pancasila
sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu
falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan
nyata.
4. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Kebudayaan
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian
bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan
sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu
smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut
pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan
nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat
persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam
Dengan
berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian
dari sistem nasional.
6. Pancasila
sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan
Dengan
memasukai kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan
kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya
sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk.
Sebagai
masyarakat menunjukan adanya suatu academic community yang akan dalam hidup
kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas
warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi,
observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui
proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud
fisik ataupun non fisik.
Epistimologi,
yaitu
bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode
berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu
pengetahuan ; yang parameter kebenaran serta kemanfaatan
hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut
diatas, pemanfaatan dan efek pengemabgnan ilmu pengetahuan secara negatif tidak
bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan
nilai-nilai ideal Pancasila.
Lebih
dari itu, dengan penggunaan Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan
bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai
Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang otologis,
epistemologis, dan aksiologisnya.
Pada
akhirnya, untuk menjaga kesatuan Republik Indonesia yang sangat majemuk dan
pluralistik, agar di era raformasi tidak kehilangan arah, maka reformasi harus
kembali pada nilai Pancasila. Dasar falsafah negara nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kebersamaan musyawarah dan keadilan harus menjadi
pegangan hidup, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Prof
Kaelan mengatakan, sila-sila dalam Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
memiliki satu kesatuan aksiologisnya, sehingga nilai- nilai yang terkandung
dalam Pancasila pada hakikatnya merupakan satu kesatuan.
8. Pelaksanaan
Pancasila di era reformasi
Terlepas
dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan
bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak
politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan. Para elite politik
cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan
sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan
politik.
Berbagai
gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat
memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang
tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk
masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Irian Jaya, serta daerah-daerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah
perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa
Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman
disintegrasi.
Kondisi
sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada
kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat
dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya
akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang
tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial.
Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan
naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan
pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan
menyediakan dana sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak
terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite
politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan
kemanusiaan tersebut.
Di
balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa
krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan
menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa
kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya,
seperti:
1) Adanya
nilai-nilai luhur yang berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia.
2) Adanya kekayaan yang belum dikelola secara optimal
3) Adanya
kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sumber
dari :
1. Aini,
Nurul dan Philipus. 2009. Sosiologi dan Politik. Jakarta :
Rajawali Pers.
2. Magdalia
Alfian, Nana Nurliana Soeyono dan Sudarini Suhartono. 2003. Sejarah
untuk SMA dan MA Kelas XII Program IPA. Jakarta: Erlangga.
3. M. Habib Mustopo dkk. 2011. Sejarah
3 Untuk Kelas XII SMA Program IPA. Jakarta: Yudistira.
4.
Pokok-pokok materi : Sejarah Perjungan Bangsa Indonesia ,
Semarang. --------, 1998
8. http://krjogja.com/liputan-khusus/opini/2358/nilai-nilai-pancasila-era-reformasi.kr . Diakses pada tanggal 18 November 2014
9.
www.google.com