Senin, 15 Juni 2015

Tugas Softskill Aspek Hukum Dalam Ekonomi # - CONTOH KASUS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Tugas Softskill Aspek Hukum Dalam Ekonomi #

Nama         :    ARI WAHYU LEKSONO
NPM          :    2A213363
Tugas         :    Softskill Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
Dosen        :    Endang Setyaningsih
Kelas         :    2EB02

 

CONTOH KASUS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Kasus
Sudah banyak sekali kasus tentang UU Perlindungan Konsumen yang ada di Indonesia. Sudah dijelaskan dalam UU Perlindungan konsumen mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha, tetapi tetap saja ada pelanggaran-pelanggaran dalam hal tersebut. Seperti: produsen nakal yang menjual barang/jasa kepada konsumen sehingga konsumen kerap complain terhadap barang/jasa yang diberikan, dibeli dan merasa dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Teori
Perlindungan konsumen adalah suatu hal yang sangat penting. Namun terkadang masih sering disepelekan oleh para pelaku usaha. Padahal perlindungan konsumen itu sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Th, 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya menurut UU RI No. 8 Tahun 1999 Pasal 3, UU Perlindungan konsumen ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a.   Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindung diri;
b.   Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif  
pemakaian barang dan/atau jasa;
c.   Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-   haknya sebagai konsumen;
d.   Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.   Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f.   Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sesuai dengan bunyi Pasal 8 ayat 1, secara jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Namun, sejauh ini UU Perlindungan konsumen tersebut belum sepenuhnya ditegakkan.
Azas Perlindungan Konsumen
  1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
  2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
  3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
  5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
1.      Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta pelaksanaan ketentuan dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen seharusnya dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan mengenai perlindungan konsumen ini tidak akan efektif jika dilakukan hanya oleh pemerintah saja. Butuh partisipasi dari semua pihak, mulai dari konsumen, pelaku usaha hingga Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Untuk menekan jumlah pelanggaran UU Perlindungan Konsumen sehingga konsumen akan merasa terlindungi, pemerintah sebaiknya meningkatkan selalu pengawasan terhadap barang-barang yang beredar di pasaran. Pemerintah juga harus secara terus menerus mengadakan sosialisasi Perlindungan Konsumen kepada masyarakat, terutama lewat iklan di televisi. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia sering menonton televisi. Jadi, iklan yang beredar di televisi tidak hanya iklan-iklan yang bersifat promotif terhadap produk-produk saja, tetapi ada juga iklan yang bersifat edukatif yang juga bermanfaat bagi konsumen.
Dibawah ini adalah 2 Contoh kasus perlindungan konsumen :
1.       Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
 
2. Kasus Bahasa Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan seolah - olah menipu.
 
 Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.

Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.

“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).

Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.

Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.

Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.

Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.

Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.

Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.

Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1.         a. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan  standar yang dipersyaratkan, peraturan yang berlaku, ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang  dan/atau jasa yang menyangkut berat bersih, isi bersih dan jumlah dalam hitungan, kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran, mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu, janji yang diberikan.
c. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu, informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan   dalam label
e. Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih, komposisi, tanggal pembuatan, aturan pakai, akibat sampingan, ama dan alamat pelaku usaha, keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa
a. Secara tidak benar dan/atau  seolah-olah barang tersebut telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu, dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara tidak benar dan seolah -olah barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu, dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi, telah tersedia bagi konsumen, langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain, menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap, menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti, dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan, dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji, dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan  atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
Analisis
Agar tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang merugikan bagi konsumen, maka kita sebagai konsumen harus lebih teliti lagi dalam memilah milih barang/jasa yang ditawarkan dan adapun pasal-pasal bagi konsumen, seperti:
  1. Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
  2. Teliti sebelum membeli;
  3. Biasakan belanja sesuai rencana;
  4. Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
  5. Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
  6. Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
Pasal 4, hak konsumen adalah :
a.       Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
b.      Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow).
c.       Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
d.    Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya.
 
 

TUGAS 8



TUGAS 8
NAMA                        :  ARI WAHYU LEKSONO
NPM                           :  2A213363
KELAS                       :  1EB09
DOSEN                      :   SEPTI MARIANI TIS A RAMADHANI
JURUSAN                 :   AKUNTANSI
SOFSTSKILL PEREKONOMIAN INDONESIA# 

INDUSTRI
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengelola bahan baku atau barang mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, sering juga disebut dengan kegiatan manufaktur yang bersifat produktif atau komersial.
Klasifikasi Industri Adapun beberapa klasifikasi industri dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan kriteria masing-masing, yaitu :
1. Berdasarkan Bahan Baku
    Setiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung dengan apa yang di hasilkan     dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan baku, dapat dibedakan menjadi:
    a. Industri ekstraktif, misalnya industri hasil pertanian, hasil perikanan, dll.
    b. Industri nonekstraktif, misalnya industri kayu lapis, industri pemintalan, dll.
    c. Industri fasilatif, misalnya perbankan, parawisata, dll.
2.Berdasarkan Tenaga Kerja
Dilihat dari jumlah tenaga kerja dan pemilik perusahaan.Dibedakan menjadi:
    a. Industri Rumah Tangga, misalnya industri tempe/tahu, industri anyaman, dll.
    b. Industri Kecil, misalnya industri pengolahan rotan, industri pengolahan batu bata, dll.
    c. Industri Sedang, misalnya industri bordir, industri keramik, dll.
    d. Industri Besar, misalnya industri besi baja, industri mobil, industri pesawat terbang, dll.
3. Berdasarkan Produksi yang Dihasilkan
Dibedakan menjadi:
    a. Industri Primer, misalnya industri makanan atau minuman
    b. Industri Sekunder, misalnya industri tekstil
    c. Industri Tersier, misalnya industri perdagangan
4. Berdasarkan Bahan Mentah
Dibedakan menjadi:
    a. Industri Pertanian, misalnya industri minyak goreng
    b. Industri Pertambangan, misalnya industri semen
    c. Industri Jasa, misalnya industri transportasi
5. Berdasarkan Lokasi Unit Usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan tujuan kegiatan dari suatu industri. Dibedakan menjadi:
    a. Industri berorientasi pada pasar
    b. Industri berorientasi pada tenaga kerja
    c. Industri berorientasi pada pengolahan
    d. Industri berorientasi pengolahan bahan baku
    e. Industri yang tidak berkaitan dengan persyaratan lain
6. Berdasarkan Proses Produksi
Dibedakan menjadi:
    a. Industri Hulu
    b. Industri Hilir
7. Berdasarkan Barang yang Dihasilkan
Dibedakan menjadi:
    a. Industri Berat, misalkan industri alat berat
    b. Industri Ringan, misalkan Industri obat-obatan
8. Berdasarkan Modal yang Digunakan
    a. Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), misalnya industri kerajinan
    b. Industri dengan penanaman modal asing (PMA), misalnya industri komunikasi
    c. Industri dengan modal patungan, misalnya industri otomotif
9. Berdasarkan Subjek Pengelolanya
Dibedakan menjadi :
    a. Industri Rakyat, misalnya industri kerajinan, aikelola oleh rakyat dan merupakan milik rakyat
    b. Industri negara, misalnya industri baja, dikelola dan aerupakan milik negara
10. Berdasarkan Cara Pengorganisasian
Dipengaruhi oleh aerbagai faktor, seperti modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan dan pemasaran. Dibedakan menjadi:
    a. Industri Kecil, misalnya industri makanan ringan
    b. Industri Menengah, misalnya industri bordir
    c. Industri Besar, misalnya industri barang elektronik

untuk meningkatkan daya saing disektor industri kita harus bisa memanfaatkan segala macam usaha yang ada semaksimal mungkin dan juga generasi muda harus lebih bergerak dalam bilang industri .

sektor industri pertanian sangat tepat untuk memberikan kontibusi ekonomi kita karena negara kita adalah negara yang subur jadi tidak ada salahnya apabila kesuburan tanah kita dimanfaatkan semaksimal mungkin demi mencapai perkembangan perekonomian yang lebih baik .
 LINK :

Referensi / Sumber : 
http://geografi-bumi.blogspot.com/2009/10/klasifikasi-industri.html
www.google.com